Sejak ditemukan kasus pertama, pemerintah Jepang telah memikirkan berbagai upaya pencegahan penyebaran virus, termasuk melakukan penyesuaian pada sektor pendidikan. Keputusan ini diambil melihat sifat virus yang mudah menular dengan sangat cepat dan dikhawatirkan akan berdampak pada kesehatan anak.
Penyesuaian yang dilakukan bukan hanya mengedukasi para siswa akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan, tapi juga turut merubah sistem sekolah sebagai tindakan tegas menghentikan laju pertumbuhan virus di tengah-tengah masyarakat.
Sistem Pendidikan Jepang Pasca Wabah Covid-19
Gaya hidup di Jepang dikenal sangat disiplin tidak terkecuali dalam sektor pendidikan. Tapi semenjak hadirnya virus corona, tampak aktivitas yang tidak biasa. Jika biasanya kelas, kantin bahkan ruang perpustakaan ramai oleh siswa, guru atau staf sekolah. Pemandangan itu menguap dan diganti dengan kekosongan.
Di tengah maraknya kasus positif Covid-19, pemerintah Jepang mengambil beberapa tindakan termasuk menutup sementara waktu aktivitas pendidikan. Keputusan ini disampaikan oleh Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang dan berlaku sejak 2 Maret hingga memasuki libur musim semi. Adapun sektor pendidikan yang terimbas mulai dari Sekolah Dasar, SMP hingga Sekolah Menengah Atas.
Keputusan ini harus dipatuhi oleh seluruh sekolah di Jepang, bukan hanya berlaku di kota besar seperti Tokyo atau Kyoto saja. Dan selain meliburkan sekolah, pemerintah Jepang turut mengambil keputusan untuk mengkarantina siswa asing yang menetap di Jepang dan meminta mereka untuk berdiam diri baik di tempat penginapan maupun asrama kampus. Lamanya karantina selama 14 hari berturut-turut sejak hari pertama karantina.
Tindakan yang diambil pemerintah Jepang tersebut termasuk tindakan yang sangat menggemparkan dan memicu pro kontra terutama di kalangan orang tua siswa. Mengingat tidak semua orang tua siswa berdiam diri di rumah, banyak yang bekerja di luar meskipun wabah coronavirus terus meningkat. Tapi bila melihat sejumlah kasus penularan virus yang terjadi di lingkungan sekolah, tidaklah dianggap berlebihan jika pemerintah Jepang mengambil keputusan dramatis tersebut.
Pemerintah Jepang mengaku jika kesehatan siswa dan seperangkat sekolah menjadi prioritas utama mereka. Meskipun tindakan penutupan sekolah yang cukup lama merupakan hal yang baru di Jepang. Diharapkan semua bisa mematuhi kebijakan tersebut dan menerimanya dengan lapang dada.
Sementara itu, mempertimbangkan minimnya edukasi mengenai coronavirus di Jepang. Pemerintah Jepang menyelenggarakan kelas khusus. Kelas ini diadakan secara serentak di sekolah Jepang mulai dari SD-SMA pada 5 Maret 2020.
Beberapa Sekolah Lebih Dulu Melakukannya
Kekhawatiran coronavirus juga terjadi di Jepang tidak hanya menimpa masyarakat Indonesia. Terbukti dari penutupan sekolah yang dilakukan beberapa hari sebelum Perdana Menteri Jepang mengambil keputusan untuk meliburkan sekolah secara sementara per Maret 2020.
Sekolah yang dimaksud adalah ratusan SD dan SMP yang terletak di Sapporo. Mereka mengambil keputusan untuk menutup sekolah sejak 28 Februari 2020. Tidak cukup sampai di situ, Dewan Pendidikan Hokkaido turut meminta pemerintah setempat untuk memberikan kewenangan agar menutup seluruh sekolah di Hokkaido tidak terkecuali Sekolah Menengah Atas.
Pada dasarnya, penutupan kegiatan sekolah tidak hanya dilakukan oleh SD, SMPA dan SMA saja. Beberapa universitas turut menutup kegiatan perkuliahan salah satunya Universitas Ochanomizu yang berencana menutup kampus sampai April 2020.
Tindakan penutupan sekolah di Jepang bukan hanya menjadi perhatian dalam negeri tapi juga dunia. Banyak orang yang memandangnya sebagai tindakan positif karena bisa mengurangi penyebaran coronavirus terutama di kalangan anak-anak. Terlepas banyak atau sedikitnya kasus coronavirus yang menimpa anak-anak di Jepang.
Dan mengikuti Jepang, Indonesia pun tengah melakukan tindakan yang sama. Di mana, kegiatan sekolah diputuskan dilakukan di rumah. Para guru bisa memberikan pengajaran secara online sementara para siswa belajar dan mengerjakan tugas-tugas mereka di rumah.